Kalau Anda senang berwisata purbakala, Candi Sanggrahan layak masuk ke dalam daftar rencana kunjungan Anda. Candi yang juga dikenal dengan nama Candi Cungkup ini adalah yang terbesar yang ditemukan di wilayah Kabupaten Tulungagung, tepatnya di Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu.
Candi yang kini masih kokoh berdiri di tengah-tengah pemukiman warga ini tidak memiliki hiasan relief pada dindingnya, tetapi pada dinding candi bagian bawah atau kaki candi terdapat hiasan relief aneka hewan seperti singa dan serigala.
Ketinggian Candi Sanggrahan mencapai 5,86 meter. Secara matematis memiliki panjang bangunan 12,60 meter dengan lebar 9,05 meter. Candi ini kini masih terus mengalami pemugaran
Menurut Siwi Sang, pegiat arkeologi Tulungagung, salah satu keunikan Candi Sanggrahan adalah keberadaan tiap relief yang berdiri sendiri atau terpisah dengan relief lainnya sehingga sangat sulit mencari atau menjalin alur cerita dari tiap relief tersebut.
Tidak jelas diketahui, apakah relief relief hewan di Candi Sanggrahan memuat suatu cerita sebagaimana relief relief Pancatantra ataukah sekadar ornamen atau hiasan candi tanpa cerita.
Pada kenyataannya, selama ini, belum ada Arkeolog atau Sejarawan yang mampu menerjemahkan atau mengidentifikasi secara jitu keberadaan relief relief hewan di Candi Sanggrahan Tulungagung.
Masih menurut Siwi Sang, aneka relief hewan seperti singa di Candi Sanggrahan Tulungagung mengingatkan pada figur figur utama tokoh hewan dalam naskah Tantri Kamandaka.
Tantri Kamandaka merupakan satu naskah berbahasa Jawa kuna yang memuat kisah utama dunia satwa atau fabel yaitu kisah pertarungan seekor lembu betina bernama Nandaka dan seekor singa yang menjadi raja Margasatwa bernama Sri Candapinggala. Singa Candapinggala memiliki patih, seekor srigala bernama Sambada.
Pada halaman candi pernah ditemukan beberapa arca Boddha, sehingga banyak sejarawan menyimpulkan situs ini bangunan peninggalan agama Boddha. Namun tidak ditemukan angka tahun di sekitar areal candi Sanggrahan.
Beberapa sejarawan menduga candi Cungkup merupakan peninggalan jaman Majapahit, berdasarkan bekas bangunan di bagian pintu gerbang dan di belakang candi serta bangunan dinding areal candi yang terbuat dari batu bata.
Karena namanya candi Sanggrahan, sebagian banyak pendapat mengatakan bahwa candi ini pernah digunakan sebagai tempat mesanggrah.
Siwi Sang dalam buku Girindra: Pararaja Tumapel-Majapahit menulis, kedudukan candi Sanggrahan, sebagaimana namanya, merupakan tempat untuk mesanggrah rombongan istana yang mengikuti prosesi perabuan Rajapatni Dyah Gayatri di candi Dadi.
Rombongan Majapahit mendirikan perkemahan di areal candi Sanggrahan yang memang berhalaman luas, berpagar keliling dan terdapat saluran air. Dan ketika abu jenazah Rajapatni Dyah Gayatri ditanam di Boyolangu, rombongan istana juga menggunakan Candi Sanggrahan sebagai tempat mesanggrah atau berkemah karena pada waktu itu lokasi wilayah antara candi Sanggrahan dengan Boyolangu merupakan daerah rawa.
Cerita tentang asal-usul candi ini yang dipakai sebagai tempat mesanggrah juga diamini juru kunci Candi Sanggrahan, Zaenuri. Menurutnya, di Candi Sanggrahan ini rombongan Majapahit pembawa jenazah Gayatri atau Rajapatni, yakni permaisuri raja pertama Majapahit, singgah sebentar sebelum melanjutkan upacara perabuan
Untuk menuju candi Boyolangu harus menaiki perahu. Begitu pula ketika berziarah ke candi Boyolangu, rombongan istana mesanggrah di Candi Cungkup.
Rute Menuju Candi Sanggrahan
Jika Anda tertarik menuju Candi Sanggrahan, dari arah kota Tulungagung, Anda bisa menuju ke arah selatan melintasi kawasan Kecamatan Campurdarat. Di perempatan pasar Boyolangu, ambil jalan ke arah kiri.
Setelah berjalan kurang lebih 5 kilometer, Anda akan menjumpai Balai Desa Sanggrahan yang berada di salah satu sudut perempatan. Candi Sanggrahan berada tidak jauh dari balai desa. Bertanyalah kepada warga setempat, Anda pasti akan diberi petunjuk jalan.
Diolah dari wawancara tim website dan data dari berbagai sumber.